Jaman keemasan Islam yang berlangsung selama periode Abbasiyah di Baghdad (750-1258) dan Umaiyah di Spanyol (755-1492), tinggal kenangan belaka.
"Pada jaman orang-orang Eropa masih menyelam dalam kebiadaban yang teramat gelap, Baghdad dan Cordova, dua kota raksasa Islam telah menjadi pusat peradaban yang menerangi seluruh dunia dengan cahaya gilang gemilangnya." demikian kata Dr. Gustave Le Bone.
Dalam permulaan abad pertengahan tak satu bangsapun yang lebih besar sumbangannya untuk proses kemajuan manusia selain dari bangsa Arab. Mahasiswa-mahasiswa Arab sudah asyik mempelajari Aristoteles tatkala Karel Agung bersama pembesar-pembesarnya masih asyik belajar menulis namanya. Disekitar abad X, Cordova adalah kota kebudayaan yang ternama di Eropa dengan Konstantinopel dan Baghdad merupakan kota-kota pusat kebudayaan didunia.
Demikianlah sekilas pandangan bila kita mempercayai sejarah jaman keemasan Islam dimasa lampau. Ataukah sejarah tersebut telah mendustai kita ?
Kepada mereka yang menjadi pekerjaannya silahkan mengadakan penelitian kembali, dan kepada mereka yang mempercayai catatan sejarah itu bangga dan bergembira hatilah. Lalu bertanyalah: Kenapa sedemikian mengagumkannya Islam dimasa itu ? Dan kenapa golongan Islam sekarang ini bisa dipecundangi oleh golongan lain sedemikian hinanya ? Sekian banyak lagi pertanyaan kita ajukan, tetapi kepada siapa ?
Barangkali belum pernah Islam menghadapi bencana yang lebih besar dari apa yang mereka hadapi pada dewasa ini. Begitu besar tantangan yang yang harus dihadapinya sehingga dia dipaksa "menyerah kalah" kepada "Tuhan dunia" yang baru.
*Tuhan dunia yang baru itu tak lain daripada kaum Imperialisme, Materialisme, kelompok Eksistensialis, Orientalis dan Atheis serta Skeptik. Manusia tidak lagi percaya bahwa Tuhan adalah "penyelamat bumi dan langit" yang Maha Sempurna bahkan sebagian besar orang Islam sendiri sudah tidak pula mempercayai-Nya.
Mereka mencari ide-ide baru dalam rangka menyusun sistem kenegaraan yang mereka pikir sangat ideal. Mereka menggali pula "pendapat" baru untuk menata masyarakat. Dan semua golongan itu mereka temukan dalam kepada golongan yang telah disebutkan diatas. Lalu mereka memuja isi kepala (otak) penemu-penemu ide baru itu dan mereka pikir dengan demikian mereka telah menemukan tatanan baru.
Satu pertanyaan:
Jika manusia telah menemukan tatanan baru yang disebut Ideal itu benar adanya, mengapa kejadiannya malah sebaliknya ?
Bukan masyarakat ideal yang mereka temui tetapi malah keadaan masyarakat yang kacau balau !
Diluar kawasan Islam telah terjadi konfrontasi antara ilmu dengan agama. Hal itu terjadi dalam jaman tengah dibarat. Setiap keterangan ilmu yang tidak sepaham dengan gereja segera dibatalkan oleh Kepala Gereja. Itulah yang terjadi pada Astronom Nicholas Copernicus (1507) yang menghidupkan kembali ajaran orang-orang Yunani dijaman purba yang mengatakan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi sebagaimana ajaran gereja dan tercantum pada Yosua 10:12-13, melainkan bumi yang berputar dan mengedari matahari.
Galileo Gelilei yang membela teori tersebut pada tahun 1633 diancam hukuman bakar seandainya dia tidak mencabut kembali teori tersebut oleh Inkuisisi, yaitu organisasi yang dibentuk oleh gereja Katolik Roma yang menyelidiki ilmu klenik sehingga sikap gereja yang kaku itu telah menimbulkan tuduhan bahwa agama menjadi penghalang bagi kemerdekaan berpikir dan kemajuan ilmu.
Dari keadaan demikian terjadilah berbagai pemberontakan dari dalam.
Pada tahun 1517 terjadi reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther sehingga menimbulkan kelompok Protestan.
Pada tahun 1992, yaitu setelah 359 tahun kecaman kepada Galileo dilontarkan oleh pihak gereja, akhirnya gereja Katolik Roma secara resmi mengakui telah melakukan kesalahan terhadap Galileo Gelilei dan Paus Yohanes Paulus II sendiri telah merehabilitasinya.
Rehabilitasi diberikan setelah Paus Paulus menerima hasil studi komisi Akademis Ilmu Pengetahuan Kepausan yang dia bentuk 13 tahun sebelumnya dengan tugas menyelidiki kasus itu. Komisi ini memberitahukan, anggota Inkuisisi yang mengecam Galileo telah berbuat kesalahan. Mereka menetapkan keputusan secara subjektif dan membebankan banyak perasaan sakit pada ilmuwan yang kini dipandang sebagai bapak Fisika Eksperimental itu.
"Kesalahan ini harus diakui secara jantan sebagaimana yang Bapa Suci minta", demikian kata ketua Komisi Kardinal Paul Poupard pada Paus Paulus dalam suatu upacara.
Paulus Yohanes dan beberapa pendahulunya mengakui bahwa gereja melakukan kesalahan, tapi para ilmuwan mengkritik Vatican karena tidak bergerak cepat untuk meluruskan masalah itu secara resmi.
Jauh sebelum Paus Yohanes Paulus II merehabilitasi Galileo, Napoleon Bonaparte seorang tokoh besar Prancis pernah menyatakan mengenai ketidak seimbangan antara iman dan akal yang telah diterapkan dalam Bible sehingga dia menjadi murtad dari agamanya tersebut dan beralih kepada Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang membuka diri terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi sebagai salah satu sarana dalam pencapaian kepada Tuhan.
Selanjutnya perkembangan berpikir semakin pesat dan ilmu pengetahuan pun semakin berkembang dan melahirkan pendapat bahwa segala sesuatu itu dapat dijangkau oleh daya pikir. Segala sesuatu yang tidak masuk akal adalah nol, tidak ada. Dalam masa itu muncullah Rene Descartes (1598-1650) tampil kepanggung revolusi.
Hanya buah pikiran yang terang benderang yang dapat diterima. Dia berpendapat bahwa alam itu berjalan secara mekanis. Descartes juga berpendapat bahwa hanya akallah yang menjadi sumber pengetahuan.
Begitu juga dalam soal kenegaraan, Machiavelli (1469-1527) tampil mewakili pendapat baru. Dia mengobarkan pemisahan gereja dan agama serta kenegaraan harus dipisahkan.
Ketika Laplace mengantarkan bukunya tentang Astronomi kepada Napoleon sebagai persembahan, Napoleon bertanya: "Mengapa saya tidak mendapatkan nama Tuhan dalam buku anda ?" Laplace menjawab : "Baginda, Dia tidak diperlukan."
Memang Laplace tidak terlalu keliru jika dilihat dari batasan-batasan fisika Matematik atau Astronomi itu sendiri; mencampur adukkan teologi dengan Astronomi boleh jadi justru akan menghancurkan kedua-duanya. Persepsi yang baik dari teori ini mengatakan: "Jangan mengambil nama Tuhan agar Tuhanmu tidak gagal."
Pada akhirnya tampil pula golongan Materialisme, paham mana memperkuat barisan anti agama. Golongan Atheisme kemudian mengatakan bahwa : Tuhan adalah manifestasi dari khayalan manusia, oleh karenanya agama adalah racun bagi rakyat. Demikianlah kelak yang menjadi doktrin Karl Marx.
Manifestasi atau sebab dari revolusi pikiran itu kemudian melahirkan berbagai bentuk filsafat dan tatanan masyarakat "dunia baru" sebagaimana yang nampak dewasa ini. Salah satu yang jelas adalah Imperialisme. Kemudian terpisahnya agama dari gelanggang politik dan ekonomi. Agama yang tersebut diatas dianggap "tidak mampu memberikan interpretasi" atas kemajuan serta pesatnya ilmu manusia bumi, Dan terakhir tibalah jaman Individualisme.
Allah Swt telah menentukan bahwa kesadaran manusia datangnya berangsur, bertahap sesuai dengan perkembangan peradaban yang Dia tetapkan lebih dahulu.
Dalam hal pentafsiran kitabullah, umat Islam tidak bisa terpaku hanya kepada penafsiran atau penterjemahan AlQur'an yang sudah ada saja, sebab seiring dengan perkembangan tata bahasa dan pengertian serta perkembangan dari peradaban ilmu dan tekhnologi, maka akan banyak pula istilah-istilah yang lebih tepat didalam pengartian suatu ayat.
Bahasa Arab adalah bahasa yang indah, penuh khasanah seni, makna serta arti dan sebagainya.
Setiap orang boleh mengungkapkan makna kitab suci AlQur'an. Karenanya penafsiran AlQur'an bukan monopoli para imam dan mudjtahid (pemimpin agama dan pemegang wewenang tertinggi dalam bidang hukum).
Islam bukanlah agama yang penuh misteri, begitupun AlQur'an sebagai kitab sucinya, yang hanya dapat dimengerti oleh sekelompok jemaah tertentu.
Rasulullah Muhammad Saw tidak meninggalkan dunia yang fana ini kecuali setelah ia menyampaikan amanat dan menunaikan risalahnya. Rasulullah kemudian meminta para keluarganya, pengikutnya dan semua sahabat-sahabatnya untuk menyebarluaskan dan menyampaikan ajaran-ajaran Ilahi yang telah mereka peroleh darinya.
Bahwa AlQur'an seharusnya dipandang sebagai sumber dari segala keilmuan, tidak perlu dipermasalahkan lagi bagi umat Islam. Banyak kaum intelegensia Muslim yang mengungkapkan bagaimana penemuan-penemuan ilmiah yang paling mutakhir sekalipun ada diungkapkan dengan bahasa simbolik atau juga nyata dalam AlQur'an.
Secara apriori mengasosiasikan Qur-an dengan Sains modern adalah mengherankan, apalagi jika asosiasi tersebut berkenaan dengan hubungan harmonis dan bukan perselisihan antara Qur-an dan Sains. Bukankah untuk menghadapkan suatu kitab suci dengan pemikiran-pemikiran yang tidak ada hubungannya seperti ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang paradoks bagi kebanyakan orang pada jaman ini ?
Sesungguhnya orang yang membaca AlQur'an secara teliti dalam upaya memahami bagaimana pendiriannya terhadap Sains, ia akan mendapatkan sekumpulan ayat-ayat yang jelas, terbentang menurut empat bagian yang semua aspeknya mengarah kepada masalah ilmiah.
1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat Sains dan arah serta tujuannya mengenai apa yang dapat diketahui dengan filsafat Sains dan teori makrifat.
2. Metode pengungkapan tentang hakikat-hakikat ilmiah yang bermacam-macam.
3. Menampakkan sekumpulan hukum-hukum dan peraturan-peraturan dilapangan Sains yang bermacam-macam, terutama fisika, geographi dan ilmu hayat.
4. Menghimbau manusia agar mempergunakan hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut.
Semua ayat AlQur'an itu diturunkan mengandung hal-hal yang logis, dapat dicapai oleh pikiran manusia, dan AlQur'an itu dijadikan mudah agar dapat dijadikan pelajaran atau bahan pemikiran bagi kaum yang mau memikirkan sebagaimana yang disebut dalam Surah Al-Qamar ayat 17 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan AlQur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?"
(QS. 54:17)
"Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Kitab kepada mereka, Kami jelaskan dia (kitab itu) atas dasar ilmu pengetahuan; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
(QS. 7:52)
Surah 3, Ali Imran ayat 7 menyatakan bahwa AlQur'an terbagi atas dua babak : Muhkamat dan Mutasyabihat.
"Dia-lah yang menurunkan Kitab (AlQur'an) kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi AlQur'an, dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah /perselisihan/ dan untuk mencari-cari pengertiannya, padahal tidak ada yang mengetahui pengertiannya melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya. Katakanlah:"Kami beriman kepada yang semua ayat-ayatnya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang yang mau memikirkan."
(QS. 3:7)
Yang Muhkamat adalah petunjuk hidup yang mudah dimengerti yang terdapat didalam AlQur'an, termasuk didalamnya masalah halal-haram, perintah dan larangan serta hal-hal lainnya dimana ayat-ayat tersebut dapat dipahami oleh siapa saja secara gamblang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran yang berat.
Sedangkan Mutasyabihat adalah hal-hal yang susah dimengerti karena berupa keterangan tentang petunjuk banyak hal yang mesti diteliti dan merangkaikan satu sama lain hingga dengan begitu terdapat pengertian khusus tentang hal yang dimaksudkan, termasuk didalamnya adalah dapat diungkapkan melalui kemajuan teknologi dan cara berpikir manusia.
Seandainya AlQur'an itu seluruhnya muhkamat, pastilah akan hilang hikmah yang berupa ujian sebagai pembenaran juga sebagai usaha untuk memunculkan maknanya dan tidak adanya tempat untuk merubahnya. Berpegang pada ayat mustasyabih saja dan mengabaikan ayat Muhkamat, hanya akan menimbulkan fitnah dikalangan umat.
Juga seandainya AlQur'an itu seluruhnya mutasyabihat pastilah hilang fungsinya sebagai pemberi keterangan dan petunjuk bagi umat manusia. Dan ayat ini tidak mungkin dapat diamalkan dan dijadikan sandaran bagi bangunan akidah yang benar.
Akan tetapi Allah Swt dengan kebijaksanaanNya telah menjadikan sebagian tasyabuh dan sisanya mustayabihat sebagai batu ujian bagi para hamba agar menjadi jelas siapa yang imannya benar dan siapa pula yang didalam hatinya condong pada kesesatan.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
"(AlQur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. 3:138)
Pengertian harakah (gerakan) dalam Islam berbeda dengan apa yang diungkapkan sebagian doktrin dan agama lainnya. Pengertian ini timbul sebagai asas dari keselarasan antara pasangan-pasangan ini : Material dan Immaterial, fisika dan metafisika, bumi dan langit, ilmu dan iman, manusia dan Allah.
Hilangnya salah satu ujung dari ujung-ujung perseimbangan ini akan memisahkan agama Allah dari kemampuan untuk bergerak dan menyebar.
Disini celah-celah pembicaraan mengenai pendirian dari Sains, tampaklah kerapatan hubungan tersebut secara kokoh, yaitu kerapatan hubungan antara AlQur'an dan hakikat Sains serta sumbangsihnya.
Namun ini tidak menghalang-halangi kita untuk memandang bagian-bagian yang sarat akan setiap hakikat Qur'aniah yang bersumber dari Ilahi, dan tidak bisa dinamai -secara metaphoris atau figuratif- hakikat ilmiah yang bersumber dari manusia.
Karena disana ada garis pemisah dilihat dari segi berubah-ubahnya kedua sumber ini, yaitu garis pemisah yang terbentang diantara ilmu Ilahi dan ilmu Basyari (manusia).
Ilmu Ilahi yang memberi kita sebagian pemberiannya dalam AlQur'an itu berisi hakikat-hakikat dan penyerahan-penyerahan yang mutlak. Sesuatu yang batil tidak datang dari depannya dan tidak pula dari belakangnya, yaitu ketika pemberian-pemberian ilmu Basyari menjadi tertahan oleh relativitasnya, kekacauannya dan perubahannya.
Dalam ilmu Basyari tiada hakikat final. Para ilmuwan sendiri -setelah melalui eksperimen dengan segala perlengkapannya- berkesudahan sampai kepada hasil ini bahwa pemberian-pemberian Sains hanyalah kemungkinan-kemungkinan belaka, kadang salah kadang tepat, dan penyingkapan-penyingkapannya adalah penyifatan bagi yang tampak, bukan interpretasi baginya.
Namun ini tidak berarti bahwa pintu ijtihad terhadap penafsiran ilmiah ayat-ayat al-Qur'an menjadi tertutup,dengan segala keterbatasan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada, setidaknya kita mampu membuka pemahaman yang lebih baik dari sebelumnya.
Pandangan ilmiah, walau dipandang sebagai sesuatu yang sempit dan sepihak, ternyata banyak berjasa bagi umat manusia, bukan hanya dalam mengembangkan pengetahuan tentang penguasaan terhadap alam tetapi pengaruhnya terhadap bidang-bidang budaya lain pun sangat besar.
"Pada jaman orang-orang Eropa masih menyelam dalam kebiadaban yang teramat gelap, Baghdad dan Cordova, dua kota raksasa Islam telah menjadi pusat peradaban yang menerangi seluruh dunia dengan cahaya gilang gemilangnya." demikian kata Dr. Gustave Le Bone.
Dalam permulaan abad pertengahan tak satu bangsapun yang lebih besar sumbangannya untuk proses kemajuan manusia selain dari bangsa Arab. Mahasiswa-mahasiswa Arab sudah asyik mempelajari Aristoteles tatkala Karel Agung bersama pembesar-pembesarnya masih asyik belajar menulis namanya. Disekitar abad X, Cordova adalah kota kebudayaan yang ternama di Eropa dengan Konstantinopel dan Baghdad merupakan kota-kota pusat kebudayaan didunia.
Demikianlah sekilas pandangan bila kita mempercayai sejarah jaman keemasan Islam dimasa lampau. Ataukah sejarah tersebut telah mendustai kita ?
Kepada mereka yang menjadi pekerjaannya silahkan mengadakan penelitian kembali, dan kepada mereka yang mempercayai catatan sejarah itu bangga dan bergembira hatilah. Lalu bertanyalah: Kenapa sedemikian mengagumkannya Islam dimasa itu ? Dan kenapa golongan Islam sekarang ini bisa dipecundangi oleh golongan lain sedemikian hinanya ? Sekian banyak lagi pertanyaan kita ajukan, tetapi kepada siapa ?
Barangkali belum pernah Islam menghadapi bencana yang lebih besar dari apa yang mereka hadapi pada dewasa ini. Begitu besar tantangan yang yang harus dihadapinya sehingga dia dipaksa "menyerah kalah" kepada "Tuhan dunia" yang baru.
*Tuhan dunia yang baru itu tak lain daripada kaum Imperialisme, Materialisme, kelompok Eksistensialis, Orientalis dan Atheis serta Skeptik. Manusia tidak lagi percaya bahwa Tuhan adalah "penyelamat bumi dan langit" yang Maha Sempurna bahkan sebagian besar orang Islam sendiri sudah tidak pula mempercayai-Nya.
Mereka mencari ide-ide baru dalam rangka menyusun sistem kenegaraan yang mereka pikir sangat ideal. Mereka menggali pula "pendapat" baru untuk menata masyarakat. Dan semua golongan itu mereka temukan dalam kepada golongan yang telah disebutkan diatas. Lalu mereka memuja isi kepala (otak) penemu-penemu ide baru itu dan mereka pikir dengan demikian mereka telah menemukan tatanan baru.
Satu pertanyaan:
Jika manusia telah menemukan tatanan baru yang disebut Ideal itu benar adanya, mengapa kejadiannya malah sebaliknya ?
Bukan masyarakat ideal yang mereka temui tetapi malah keadaan masyarakat yang kacau balau !
Diluar kawasan Islam telah terjadi konfrontasi antara ilmu dengan agama. Hal itu terjadi dalam jaman tengah dibarat. Setiap keterangan ilmu yang tidak sepaham dengan gereja segera dibatalkan oleh Kepala Gereja. Itulah yang terjadi pada Astronom Nicholas Copernicus (1507) yang menghidupkan kembali ajaran orang-orang Yunani dijaman purba yang mengatakan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi sebagaimana ajaran gereja dan tercantum pada Yosua 10:12-13, melainkan bumi yang berputar dan mengedari matahari.
Galileo Gelilei yang membela teori tersebut pada tahun 1633 diancam hukuman bakar seandainya dia tidak mencabut kembali teori tersebut oleh Inkuisisi, yaitu organisasi yang dibentuk oleh gereja Katolik Roma yang menyelidiki ilmu klenik sehingga sikap gereja yang kaku itu telah menimbulkan tuduhan bahwa agama menjadi penghalang bagi kemerdekaan berpikir dan kemajuan ilmu.
Dari keadaan demikian terjadilah berbagai pemberontakan dari dalam.
Pada tahun 1517 terjadi reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther sehingga menimbulkan kelompok Protestan.
Pada tahun 1992, yaitu setelah 359 tahun kecaman kepada Galileo dilontarkan oleh pihak gereja, akhirnya gereja Katolik Roma secara resmi mengakui telah melakukan kesalahan terhadap Galileo Gelilei dan Paus Yohanes Paulus II sendiri telah merehabilitasinya.
Rehabilitasi diberikan setelah Paus Paulus menerima hasil studi komisi Akademis Ilmu Pengetahuan Kepausan yang dia bentuk 13 tahun sebelumnya dengan tugas menyelidiki kasus itu. Komisi ini memberitahukan, anggota Inkuisisi yang mengecam Galileo telah berbuat kesalahan. Mereka menetapkan keputusan secara subjektif dan membebankan banyak perasaan sakit pada ilmuwan yang kini dipandang sebagai bapak Fisika Eksperimental itu.
"Kesalahan ini harus diakui secara jantan sebagaimana yang Bapa Suci minta", demikian kata ketua Komisi Kardinal Paul Poupard pada Paus Paulus dalam suatu upacara.
Paulus Yohanes dan beberapa pendahulunya mengakui bahwa gereja melakukan kesalahan, tapi para ilmuwan mengkritik Vatican karena tidak bergerak cepat untuk meluruskan masalah itu secara resmi.
Jauh sebelum Paus Yohanes Paulus II merehabilitasi Galileo, Napoleon Bonaparte seorang tokoh besar Prancis pernah menyatakan mengenai ketidak seimbangan antara iman dan akal yang telah diterapkan dalam Bible sehingga dia menjadi murtad dari agamanya tersebut dan beralih kepada Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang membuka diri terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi sebagai salah satu sarana dalam pencapaian kepada Tuhan.
Selanjutnya perkembangan berpikir semakin pesat dan ilmu pengetahuan pun semakin berkembang dan melahirkan pendapat bahwa segala sesuatu itu dapat dijangkau oleh daya pikir. Segala sesuatu yang tidak masuk akal adalah nol, tidak ada. Dalam masa itu muncullah Rene Descartes (1598-1650) tampil kepanggung revolusi.
Hanya buah pikiran yang terang benderang yang dapat diterima. Dia berpendapat bahwa alam itu berjalan secara mekanis. Descartes juga berpendapat bahwa hanya akallah yang menjadi sumber pengetahuan.
Begitu juga dalam soal kenegaraan, Machiavelli (1469-1527) tampil mewakili pendapat baru. Dia mengobarkan pemisahan gereja dan agama serta kenegaraan harus dipisahkan.
Ketika Laplace mengantarkan bukunya tentang Astronomi kepada Napoleon sebagai persembahan, Napoleon bertanya: "Mengapa saya tidak mendapatkan nama Tuhan dalam buku anda ?" Laplace menjawab : "Baginda, Dia tidak diperlukan."
Memang Laplace tidak terlalu keliru jika dilihat dari batasan-batasan fisika Matematik atau Astronomi itu sendiri; mencampur adukkan teologi dengan Astronomi boleh jadi justru akan menghancurkan kedua-duanya. Persepsi yang baik dari teori ini mengatakan: "Jangan mengambil nama Tuhan agar Tuhanmu tidak gagal."
Pada akhirnya tampil pula golongan Materialisme, paham mana memperkuat barisan anti agama. Golongan Atheisme kemudian mengatakan bahwa : Tuhan adalah manifestasi dari khayalan manusia, oleh karenanya agama adalah racun bagi rakyat. Demikianlah kelak yang menjadi doktrin Karl Marx.
Manifestasi atau sebab dari revolusi pikiran itu kemudian melahirkan berbagai bentuk filsafat dan tatanan masyarakat "dunia baru" sebagaimana yang nampak dewasa ini. Salah satu yang jelas adalah Imperialisme. Kemudian terpisahnya agama dari gelanggang politik dan ekonomi. Agama yang tersebut diatas dianggap "tidak mampu memberikan interpretasi" atas kemajuan serta pesatnya ilmu manusia bumi, Dan terakhir tibalah jaman Individualisme.
Allah Swt telah menentukan bahwa kesadaran manusia datangnya berangsur, bertahap sesuai dengan perkembangan peradaban yang Dia tetapkan lebih dahulu.
Dalam hal pentafsiran kitabullah, umat Islam tidak bisa terpaku hanya kepada penafsiran atau penterjemahan AlQur'an yang sudah ada saja, sebab seiring dengan perkembangan tata bahasa dan pengertian serta perkembangan dari peradaban ilmu dan tekhnologi, maka akan banyak pula istilah-istilah yang lebih tepat didalam pengartian suatu ayat.
Bahasa Arab adalah bahasa yang indah, penuh khasanah seni, makna serta arti dan sebagainya.
Setiap orang boleh mengungkapkan makna kitab suci AlQur'an. Karenanya penafsiran AlQur'an bukan monopoli para imam dan mudjtahid (pemimpin agama dan pemegang wewenang tertinggi dalam bidang hukum).
Islam bukanlah agama yang penuh misteri, begitupun AlQur'an sebagai kitab sucinya, yang hanya dapat dimengerti oleh sekelompok jemaah tertentu.
Rasulullah Muhammad Saw tidak meninggalkan dunia yang fana ini kecuali setelah ia menyampaikan amanat dan menunaikan risalahnya. Rasulullah kemudian meminta para keluarganya, pengikutnya dan semua sahabat-sahabatnya untuk menyebarluaskan dan menyampaikan ajaran-ajaran Ilahi yang telah mereka peroleh darinya.
Bahwa AlQur'an seharusnya dipandang sebagai sumber dari segala keilmuan, tidak perlu dipermasalahkan lagi bagi umat Islam. Banyak kaum intelegensia Muslim yang mengungkapkan bagaimana penemuan-penemuan ilmiah yang paling mutakhir sekalipun ada diungkapkan dengan bahasa simbolik atau juga nyata dalam AlQur'an.
Secara apriori mengasosiasikan Qur-an dengan Sains modern adalah mengherankan, apalagi jika asosiasi tersebut berkenaan dengan hubungan harmonis dan bukan perselisihan antara Qur-an dan Sains. Bukankah untuk menghadapkan suatu kitab suci dengan pemikiran-pemikiran yang tidak ada hubungannya seperti ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang paradoks bagi kebanyakan orang pada jaman ini ?
Sesungguhnya orang yang membaca AlQur'an secara teliti dalam upaya memahami bagaimana pendiriannya terhadap Sains, ia akan mendapatkan sekumpulan ayat-ayat yang jelas, terbentang menurut empat bagian yang semua aspeknya mengarah kepada masalah ilmiah.
1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat Sains dan arah serta tujuannya mengenai apa yang dapat diketahui dengan filsafat Sains dan teori makrifat.
2. Metode pengungkapan tentang hakikat-hakikat ilmiah yang bermacam-macam.
3. Menampakkan sekumpulan hukum-hukum dan peraturan-peraturan dilapangan Sains yang bermacam-macam, terutama fisika, geographi dan ilmu hayat.
4. Menghimbau manusia agar mempergunakan hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut.
Semua ayat AlQur'an itu diturunkan mengandung hal-hal yang logis, dapat dicapai oleh pikiran manusia, dan AlQur'an itu dijadikan mudah agar dapat dijadikan pelajaran atau bahan pemikiran bagi kaum yang mau memikirkan sebagaimana yang disebut dalam Surah Al-Qamar ayat 17 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan AlQur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?"
(QS. 54:17)
"Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Kitab kepada mereka, Kami jelaskan dia (kitab itu) atas dasar ilmu pengetahuan; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
(QS. 7:52)
Surah 3, Ali Imran ayat 7 menyatakan bahwa AlQur'an terbagi atas dua babak : Muhkamat dan Mutasyabihat.
"Dia-lah yang menurunkan Kitab (AlQur'an) kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi AlQur'an, dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah /perselisihan/ dan untuk mencari-cari pengertiannya, padahal tidak ada yang mengetahui pengertiannya melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya. Katakanlah:"Kami beriman kepada yang semua ayat-ayatnya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang yang mau memikirkan."
(QS. 3:7)
Yang Muhkamat adalah petunjuk hidup yang mudah dimengerti yang terdapat didalam AlQur'an, termasuk didalamnya masalah halal-haram, perintah dan larangan serta hal-hal lainnya dimana ayat-ayat tersebut dapat dipahami oleh siapa saja secara gamblang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran yang berat.
Sedangkan Mutasyabihat adalah hal-hal yang susah dimengerti karena berupa keterangan tentang petunjuk banyak hal yang mesti diteliti dan merangkaikan satu sama lain hingga dengan begitu terdapat pengertian khusus tentang hal yang dimaksudkan, termasuk didalamnya adalah dapat diungkapkan melalui kemajuan teknologi dan cara berpikir manusia.
Seandainya AlQur'an itu seluruhnya muhkamat, pastilah akan hilang hikmah yang berupa ujian sebagai pembenaran juga sebagai usaha untuk memunculkan maknanya dan tidak adanya tempat untuk merubahnya. Berpegang pada ayat mustasyabih saja dan mengabaikan ayat Muhkamat, hanya akan menimbulkan fitnah dikalangan umat.
Juga seandainya AlQur'an itu seluruhnya mutasyabihat pastilah hilang fungsinya sebagai pemberi keterangan dan petunjuk bagi umat manusia. Dan ayat ini tidak mungkin dapat diamalkan dan dijadikan sandaran bagi bangunan akidah yang benar.
Akan tetapi Allah Swt dengan kebijaksanaanNya telah menjadikan sebagian tasyabuh dan sisanya mustayabihat sebagai batu ujian bagi para hamba agar menjadi jelas siapa yang imannya benar dan siapa pula yang didalam hatinya condong pada kesesatan.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
"(AlQur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. 3:138)
Pengertian harakah (gerakan) dalam Islam berbeda dengan apa yang diungkapkan sebagian doktrin dan agama lainnya. Pengertian ini timbul sebagai asas dari keselarasan antara pasangan-pasangan ini : Material dan Immaterial, fisika dan metafisika, bumi dan langit, ilmu dan iman, manusia dan Allah.
Hilangnya salah satu ujung dari ujung-ujung perseimbangan ini akan memisahkan agama Allah dari kemampuan untuk bergerak dan menyebar.
Disini celah-celah pembicaraan mengenai pendirian dari Sains, tampaklah kerapatan hubungan tersebut secara kokoh, yaitu kerapatan hubungan antara AlQur'an dan hakikat Sains serta sumbangsihnya.
Namun ini tidak menghalang-halangi kita untuk memandang bagian-bagian yang sarat akan setiap hakikat Qur'aniah yang bersumber dari Ilahi, dan tidak bisa dinamai -secara metaphoris atau figuratif- hakikat ilmiah yang bersumber dari manusia.
Karena disana ada garis pemisah dilihat dari segi berubah-ubahnya kedua sumber ini, yaitu garis pemisah yang terbentang diantara ilmu Ilahi dan ilmu Basyari (manusia).
Ilmu Ilahi yang memberi kita sebagian pemberiannya dalam AlQur'an itu berisi hakikat-hakikat dan penyerahan-penyerahan yang mutlak. Sesuatu yang batil tidak datang dari depannya dan tidak pula dari belakangnya, yaitu ketika pemberian-pemberian ilmu Basyari menjadi tertahan oleh relativitasnya, kekacauannya dan perubahannya.
Dalam ilmu Basyari tiada hakikat final. Para ilmuwan sendiri -setelah melalui eksperimen dengan segala perlengkapannya- berkesudahan sampai kepada hasil ini bahwa pemberian-pemberian Sains hanyalah kemungkinan-kemungkinan belaka, kadang salah kadang tepat, dan penyingkapan-penyingkapannya adalah penyifatan bagi yang tampak, bukan interpretasi baginya.
Namun ini tidak berarti bahwa pintu ijtihad terhadap penafsiran ilmiah ayat-ayat al-Qur'an menjadi tertutup,dengan segala keterbatasan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada, setidaknya kita mampu membuka pemahaman yang lebih baik dari sebelumnya.
Pandangan ilmiah, walau dipandang sebagai sesuatu yang sempit dan sepihak, ternyata banyak berjasa bagi umat manusia, bukan hanya dalam mengembangkan pengetahuan tentang penguasaan terhadap alam tetapi pengaruhnya terhadap bidang-bidang budaya lain pun sangat besar.