Kita mengenalinya melalui salah satu dari hal-hal berikut:
1. Tawaatur (Pemberitaan tentangnya secara mutawatir alias mustahil terjadi kebohongan karena banyaknya periwayat terpercaya menyatakan hal itu); apakah ada orang yang meragukan Abu Bakar dan ‘Umar bin al-Khaththab RA sebagai shahabat? Jawabannya, tentu, tidak.!
2. Syuhrah (Ketenaran) dan banyaknya riwayat yang mengisahkannya melalui beberapa hal. Contohnya:
a. Dhimaam bin Tsa’lbah RA yang tenar dengan hadits kedatangannya menemui Nabi SAW
b. ‘Ukasyah bin Mihshan RA yang kisahnya dijadikan permisalan/pepatah (yaitu ucapan Rasulullah SAW, “Sabaqoka ‘Ukaasyah’ ; ‘Ukasyah sudah terlebih dulu darimu-red).*
3. Dimuatnya hal itu dalam hadits yang shahih, seperti ada salah satu hadits menyebutkan bahwa Nabi SAW didatangi oleh si fulan bin fulan atau hadits tersebut bersambung sanadnya kepada seorang laki-laki yang menginformasikan bahwa si fulan termasuk orang-orang yang mati syahid dalam perang bersama Rasulullah SAW. Atau informasi apa saja dengan cara tertentu bahwa orang ini atau itu sudah terbukti Shuhbah-nya (bertemu dan beriman dengan Rasulullah SAW dan mati dalam kondisi itu).
4. Penuturan tertulis dari seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat) bahwa si fulan adalah seorang shahabat. Yaitu seperti ia mengucapkan, “Aku mendengar salah seorang shahabat Nabi SAW, yaitu si fulan bin fulan.”
5. Penuturan shahabat itu sendiri bahwa ia bertemu Nabi SAW, seperti perkataannya, “Aku mendengar Nabi SAW bersabda begini dan begitu.” Atau “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menemani (bershahabat) dengan Nabi SAW.” Tetapi hal ini perlu beberapa syarat, di antaranya:
a. Ia seorang yang adil pada dirinya
b. Klaimnya tersebut memungkinkan; bila kejadian ia mengklaim hal itu sebelum tahun 110 H maka ini memungkinkan sedangkan bila ia mengklaimnya setelah tahun 110 H, maka klaimnya tersebut tertolak sebab Nabi SAW telah menginformasikan di akhir hayatnya, “Tidakkah aku melihat kalian pada malam ini? Sesungguhnya di atas 100 tahun kemudian (dari malam ini), tidak ada lagi seorang pun yang tersisa di atas muka bumi ini.” (HR.al-Bukhari, I:211, No.116; Muslim, No.2537; Abu Daud, No.348)
Ini merupakan argumentasi paling kuat terhadap orang yang mengklaim nabi Khidhir masih hidup hingga saat ini segaimana klaim kaum Sufi di mana salah satu dari mereka sering mengaku telah bertemu nabi Khidhir dan berbicara secara lisan dengannya.!?
Intermezzo
Seorang laki-laki India bernama Rotan pada abad VI mengaku bahwa dirinya adalah shahabat Nabi SAW dan dia telah dipanjangkan umurnya hingga tanggal tersebut. Kejadian itu sempat menggemparkan masyarakat kala itu. Maka, para ulama pada masanya atau pun setelahnya membantah pengakuannya tersebut. Di antaranya, al-Hafizh adz-Dzahabi dalam bukunya yang berjudul “Kasr Watsan Rotan.”
* Pepatah tersebut diungkapkan orang Arab untuk menyatakan ketidak beruntungann seseorang dalam memperoleh sesuatu karena sudah ada orang lain yang lebih dahulu memperolehnya. Seperti misalnya, bila ada seseorang memberikan hadiah kepada seseorang yang bisa menjawab pertanyaannya, lalu ada yang menjawabnya sedangkan hadiah itu hanya untuk satu orang saja. Kemudian ada orang lain meminta diberi pertanyaan lagi agar dapat menjawabnya dan memperoleh hadiah. Maka orang yang memberikan itu tadi, mengatakan kepadanya pepatah tersebut. Artinya, terlambat, si fulan sudah terlebih dahulu (kamu sudah keduluan sama si fulan.!!), wallahu a’lam-red
(SUMBER: Fataawa Hadiitsiyyah, Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah Alu Humaid, hal.30-31)
1. Tawaatur (Pemberitaan tentangnya secara mutawatir alias mustahil terjadi kebohongan karena banyaknya periwayat terpercaya menyatakan hal itu); apakah ada orang yang meragukan Abu Bakar dan ‘Umar bin al-Khaththab RA sebagai shahabat? Jawabannya, tentu, tidak.!
2. Syuhrah (Ketenaran) dan banyaknya riwayat yang mengisahkannya melalui beberapa hal. Contohnya:
a. Dhimaam bin Tsa’lbah RA yang tenar dengan hadits kedatangannya menemui Nabi SAW
b. ‘Ukasyah bin Mihshan RA yang kisahnya dijadikan permisalan/pepatah (yaitu ucapan Rasulullah SAW, “Sabaqoka ‘Ukaasyah’ ; ‘Ukasyah sudah terlebih dulu darimu-red).*
3. Dimuatnya hal itu dalam hadits yang shahih, seperti ada salah satu hadits menyebutkan bahwa Nabi SAW didatangi oleh si fulan bin fulan atau hadits tersebut bersambung sanadnya kepada seorang laki-laki yang menginformasikan bahwa si fulan termasuk orang-orang yang mati syahid dalam perang bersama Rasulullah SAW. Atau informasi apa saja dengan cara tertentu bahwa orang ini atau itu sudah terbukti Shuhbah-nya (bertemu dan beriman dengan Rasulullah SAW dan mati dalam kondisi itu).
4. Penuturan tertulis dari seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat) bahwa si fulan adalah seorang shahabat. Yaitu seperti ia mengucapkan, “Aku mendengar salah seorang shahabat Nabi SAW, yaitu si fulan bin fulan.”
5. Penuturan shahabat itu sendiri bahwa ia bertemu Nabi SAW, seperti perkataannya, “Aku mendengar Nabi SAW bersabda begini dan begitu.” Atau “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menemani (bershahabat) dengan Nabi SAW.” Tetapi hal ini perlu beberapa syarat, di antaranya:
a. Ia seorang yang adil pada dirinya
b. Klaimnya tersebut memungkinkan; bila kejadian ia mengklaim hal itu sebelum tahun 110 H maka ini memungkinkan sedangkan bila ia mengklaimnya setelah tahun 110 H, maka klaimnya tersebut tertolak sebab Nabi SAW telah menginformasikan di akhir hayatnya, “Tidakkah aku melihat kalian pada malam ini? Sesungguhnya di atas 100 tahun kemudian (dari malam ini), tidak ada lagi seorang pun yang tersisa di atas muka bumi ini.” (HR.al-Bukhari, I:211, No.116; Muslim, No.2537; Abu Daud, No.348)
Ini merupakan argumentasi paling kuat terhadap orang yang mengklaim nabi Khidhir masih hidup hingga saat ini segaimana klaim kaum Sufi di mana salah satu dari mereka sering mengaku telah bertemu nabi Khidhir dan berbicara secara lisan dengannya.!?
Intermezzo
Seorang laki-laki India bernama Rotan pada abad VI mengaku bahwa dirinya adalah shahabat Nabi SAW dan dia telah dipanjangkan umurnya hingga tanggal tersebut. Kejadian itu sempat menggemparkan masyarakat kala itu. Maka, para ulama pada masanya atau pun setelahnya membantah pengakuannya tersebut. Di antaranya, al-Hafizh adz-Dzahabi dalam bukunya yang berjudul “Kasr Watsan Rotan.”
* Pepatah tersebut diungkapkan orang Arab untuk menyatakan ketidak beruntungann seseorang dalam memperoleh sesuatu karena sudah ada orang lain yang lebih dahulu memperolehnya. Seperti misalnya, bila ada seseorang memberikan hadiah kepada seseorang yang bisa menjawab pertanyaannya, lalu ada yang menjawabnya sedangkan hadiah itu hanya untuk satu orang saja. Kemudian ada orang lain meminta diberi pertanyaan lagi agar dapat menjawabnya dan memperoleh hadiah. Maka orang yang memberikan itu tadi, mengatakan kepadanya pepatah tersebut. Artinya, terlambat, si fulan sudah terlebih dahulu (kamu sudah keduluan sama si fulan.!!), wallahu a’lam-red
(SUMBER: Fataawa Hadiitsiyyah, Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah Alu Humaid, hal.30-31)